Rabu, 29 Oktober 2014

Kuasa dalam Pujian





Melalui lagu kita sebenarnya berinteraksi dengan diri sendiri dan orang lain. Saat sedih atau gembira kita menyanyi, saat kita berkumpul kita juga bernyanyi.Dalam hubungan dengan Tuhan pun, kita berelasi dengan Tuhan melalui lagu. Dan salah satu relasi itu adalah melalui puji-pujian, ungkapan syukur dan penyembahan. 

Setiap orang Kristen punya kesukaan/kecocokan dengan jenis-jenis lagu/melodi tertentu. Tidak semua melodi cocok dengan kekristenan tapi kekristenan terbuka terhadap banyak melodi/jenis lagu. Contohnya lagu Kristen bisa dinyanyikan secara klasik atau pop, bisa jazz atau keroncong. Tapi lagu Kristen tentang “kedamaian dalam Kristus” tentu tidak cocok dinyanyikan dengan melodi R&B apalagi rock & roll.
Jadi secara melodi perlu disesuaikan antara melodi dengan pesan Kristen yang hendak disampaikan. 

Selain melodi/nada yang perlu diperhatikan adalah apakah lirik/kata-kata dalam lagu sesuai dengan Firman Tuhan atau tidak? Oleh karena lagu atau pujian Kristen bukan karena nadanya tapi terutama karena liriknya.
Nada yang enak (buat kita) cenderung membuat kita untuk dengan mudah mengingat dan menerima pesan/kata-kata dalam lagu itu. Itulah sebabnya penting kita memperhatikan lirik/kata-kata dalam lagu agar jangan sampai pikiran dan hati kita tercemar oleh lirik/kata yang salah. 

Beberapa peranan/fungsi puji-pujian Kristen:
Allah dimuliakan, dipuji dan disembah dinyatakan melalui pujian. (mis.Yes 6:3; Luk 2:13-14; Why 15:2-4)
Dalam Alkitab banyak diceritakan tentang kuasa Allah yang mengalir melalui pujian. Saat menghadapi tantangan atau kesulitan atau kuasa jahat, pujian Kristen merupakan saluran kuasa Allah.
 Saat mengalahkan Yeriko umat Israel menyanyi memuji Tuhan, saat Daud memainkan kecapinya dan memuji Tuhan maka roh jahat mundur dari Saul, Yesus menyanyikan pujian pada masa “gelap” menghadapi kengerian penangkapan dan penyaliban (Mar 14:26)
Nyanyian Kristen juga memiliki kuasa untuk saling menasihati dan menguatkan (Ef 5:19).
Nyanyian Kristen juga menjadi sarana kesaksian tentang Allah bagi bangsa-bangsa (Mzm 57:7-11).

Pada akhirnya, intinya bukanlah pujian yang bagus atau indah tapi sang pemuji/orang Kristen yang menyanyi menghayati nada dan kata-kata dalam pujian sehingga menjadi pemuji yang benar dihadapan Tuhan (bdg.Yoh 4:23).

Minggu, 13 Juli 2014

Israel: Dulu dan Sekarang

Israel adalah bagian penting dalam rencana dan karya keselamatan Allah. Allah dengan murah hati telah memilih Israel sebagai umat pilihan Allah, bukan karena kebaikan Israel, tapi karena kebaikan Allah. Namun apakah Israel saat ini adalah Israel yang sama dengan Israel dalam Alkitab. Apakah negeri Israel (yang dimulai oleh gerakan Zionisme) yang muncul pada tahun 1948 adalah Israel umat perjanjian Allah? tentu ini pertanyaan yang penting. Jika negara Israel sekarang adalah Israel yang sama dengan di Alkitab maka kita sebagai umat Kristen cenderung untuk menyetujui semua tindakan Israel (termasuk perang dan invasi Israel kepada daerah dan orang Palestina). Siapa yang berani melawan umat pilihan Allah? Mari kita bahas topik ini.

Pada mulanya tidak ada Israel. Bahkan Abraham bukan orang Israel, sebutan Israel muncul setelah pergulatan Yakub dengan Malaikat Allah. Israel baru menjadi bangsa yang besar kira-kira 400 tahun setelah masa 12 anak laki-laki Yakub, itu pun sebagai pendatang di Mesir. Namun dalam sejarah Perjanjian Lama kita melihat bahwa Israel berkali-kali memberontak terhadap Tuhan, hingga akhirnya kerajaan Israel Utara musnah karena penghukuman Tuhan, sedangkan kerajaan Selatan (Yehuda) menerima belas kasihan Tuhan dan setelah dibuang ke Babel namun dapat kembali dan  merestorasi Yerusalem (tokoh terkenal pada masa ini adalah Ezra dan Nehemia).

Pada masa Yesus, berkali-kali nampak peringatan kepada Israel akan akhir yang buruk karena penolakan mereka terhadap Mesias (Kristus). Yesus mengatakan  nubuatan kehancuran Yerusalem dan bait Allah dalam Matius 24. Setelah kebangkitan Yesus, jelaslah bahwa kerajaan Allah dan umat pilihan Allah diperluas secara global. Amanat agung Yesus menyatakan hal ini, “jadikan seluruh bangsa muridKu.” Dalam Kisah Para Rasul, semakin jelas bahwa misi rasul-rasul meluas hingga keluar Israel, bahkan hingga keluar Asia, hingga ke Eropa dan Afrika, menggenapi perintah Yesus bahwa umat Allah mencakup seluruh bangsa (bukan hanya Israel).

Selain perkataan Yesus, kitab-kitab PB juga menunjukkan perluasan umat pilihan hingga kepada seluruh bangsa yang percaya. Kitab Wahyu menuliskan perkataan Yesus kepada gereja-gereja yang terdiri dari berbagai suku dan bangsa Yahudi dan non-Yahudi. Kemudian dalam bagian lain, kitab Wahyu menegaskan bahwa ada “sekumpulan besar orang banyak yang tidak dapat dihitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa” yang berdiri di hadapan Allah, yaitu mereka yang telah ditebus oleh darah Yesus. Sedangkan Paulus dalam surat-suratnya (terutama Roma) juga menunjukkan bahwa “tidak ada lagi Yahudi dan kafir” melainkan semua satu dalam Yesus Kristus.

Pengajaran Alkitab di atas ditegaskan oleh teologi reformasi yang menyatakan bahwa Israel baru (yang muncul setelah karya keselamatan Yesus) adalah gereja. Israel bukan lagi sebagai bangsa atau suku tertentu, tapi Israel sebagai kumpulan orang yang beriman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Itulah sebabnya Paulus menegaskan bahwa yang penting bukan sunat fisik tapi sunat hati dan dalam surat Roma dia menuliskan, “Atau adakah Allah hanya Allah orang Yahudi saja? Bukankah Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain? Ya, benar. Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain! Artinya, kalau ada satu Allah, yang akan membenarkan baik orang-orang bersunat karena iman, maupun orang-orang tak bersunat juga karena iman.” (Roma 3:29-30)

Dari sisi sejarah menyatakan bahwa kurang lebih 35 tahun setelah penyaliban Yesus maka Jenderal Titus menyerang dan menghancurkan Yerusalem dan Bait Allah (seperti yang telah dinubuatkan Yesus). Kota itu hancur dan orang Israel (sekali lagi) tercerai berai keluar dari Yerusalem dan daerah sekitarnya. Setelah itu orang Yahudi tidak memiliki lagi tanah air, mereka tersebar dan menjadi pendatang di daerah-daerah lain (hingga ke Afrika dan Eropa dan juga akhirnya ke Amerika). Lebih dari 1500 tahun bangsa Yahudi tanpa tanah air. 
  
Dengan munculnya perang dunia dan akhirnya pembantaian orang Yahudi oleh Nazi maka ini menumbuhkan benih yang telah lama terpendam yaitu Yahudi memiliki negara dan tanah air sendiri. Gerakan Zionisme mewujudkan ini sehingga menjadi negara Israel pada tahun 1948 (setelah banyak manuver politik dan militer).

Negara Israel sekarang ini didirikan bukan atas dasar kepercayaan relijius (Yudaisme/kekristenan), negara Israel adalah negara sekuler. Penduduk Israel bukan orang-orang beragama, sebagian besar tidak terlalu peduli agama bahkan atheis. Negara Israel sekarang bukan negara theokrasi/ negara agama, negara Israel menganut pola pemerintahan barat. Sebaliknya, orang-orang Palestina yang ada di daerah Israel bukan semuanya muslim dan atheis, cukup banyak yang beriman nasrani (Katolik, Kristen Koptik, Ortodoks timur). Jadi tidak sedikit saudara seiman kita di daerah Palestina.

Jadi siapakah Israel menurut pembahasan ini? Israel sebagai bangsa dan Israel sebagai umat percaya harus dipisahkan. Ada perbedaan antara umat Israel secara umum (nation) dan Israel sebagai sisa (remnant)/umat yang murni. Sejak zaman dulu, Israel selalu digambarkan ada yang percaya, ada yang pemberontak, walaupun mereka sama-sama orang Israel. Itu sebabnya ada pertempuran rohani antara Musa dengan orang Israel yang menyembah lembu emas, ada pertempuran rohani antara Elia dengan raja Ahab dan penyembah Baal. Israel tidak pernah dibenarkan Allah “hanya” karena kesukuan atau statusnya sebagai umat pilihan. Israel dibenarkan Allah jika mereka hidup sesuai atau seturut dengan kehendak Allah yang telah memilih mereka menjadi umatnya.


Maka negara Israel saat ini tidak perlu kita anggap sakral atau “kudus” sehingga tidak boleh dikritik, tidak boleh ditegur bahkan tidak boleh disalahkan. Israel adalah umat pilihan Tuhan sejauh dia menjadi bagian dari gereja (karena gerejalah Israel baru, umat pilihan Allah yang mencakup semua bangsa). Artinya orang Israel adalah umat pilihan Allah, saudara seiman, sejauh mereka percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Jadi jika Israel telah menunjukkan gejala sebagai umat yang tidak hidup sesuai dengan kehendak dan Firman Allah maka sepatutnya kita sebagai umat Kristen menegur dan mendoakan pertobatan mereka.